Perlu Mengubah Paradigma Perbatasan
Komisi Pertahanan DPR mengungkapkan bahwa ratusan warga Indonesia direkrut menjadi Askar Wataniyah atau milisi militer Malaysia. Selain diberi gaji, warga Indonesia yang menjadi Askar Wataniyah itu juga mendapat kewarganegaraan Malaysia.
Perekrutan warga Indonesia menjadi milisi militer Malaysia itu tak lepas dari makin sulitnya perekonomian di perbatasan. Menjadi tentara Malaysia adalah pilihan untuk bertahan hidup. Selain keutuhan NKRI, hal terburuk jika suatu saat terjadi bentrok, maka TNI akan perang dengan rakyat sendiri.
Kalau rekrutmen tersebut berlangsung mulus, itu menjadi pilihan yang sulit dihindari para WNI di perbatasan. Andaikata intelijen kita berfungsi efektif alias tidak keropos seperti sekarang ini, tak mungkin pihak berwenang di Malaysia leluasa merekrut dan mempekerjakan WNI untuk kepentingan mereka di perbatasan kedua negara. Sekali lagi, andaikata rekrutmen tersebut benar-benar terjadi, itu hanya menambah bukti tentang kelemahan kita.
Kalau sudah begitu, persoalan tidak boleh dilihat secara sederhana. Tidak bisa dijawab dengan argumen gampangan bahwa anak-anak Indonesia itu mencari pekerjaan di Malaysia karena alasan ekonomi semata, seperti jutaan TKI dan TKW yang berjubel di negeri jiran tersebut.
Mempekerjakan milisi asal Indonesia oleh Malaysia memiliki konsekuensi luas dan krusial. Tidak semata suka atau tidak suka terhadap upaya menjadikan anak-anak Indonesia menjadi tentara bayaran yang bekerja untuk negara lain, seperti Gurkha yang direkrut dari orang-orang Nepal. Namun, yang lebih fundamental dari persoalan itu adalah ancaman nyata pada kedaulatan, terutama bagi kepentingan Indonesia di perbatasan.
Malaysia mungkin saja tidak memiliki ambisi wilayah dengan langkah itu. Namun, sebagai negara yang bersahabat dan serumpun sekalipun, potensi-potensi ancaman kedaulatan harus dikaji secara cermat dalam situasi apa pun.
Portal resmi Kementerian Pertahanan Malaysia menyebutkan Askar Wataniyah adalah tentara cadangan Angkatan Darat Malaysia. Badan ini dipimpin perwira tinggi berpangkat brigadir jenderal. Sesuai peraturan, askar terbuka hanya untuk warga negara Malaysia berusia 18-30 tahun, baik mahasiswa, pegawai, maupun profesional.
Dengan keterampilan senjata, fisik, dan taktik standar ketentaraan, Askar Wataniyah bertugas mendukung Tentara Diraja Malaysia dalam kegiatan bela negara. Dengan tugas ini, askar mirip dengan kesatuan Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) milik TNI dan National Guard di Amerika Serikat. Setiap anggota askar mendapat gaji, insentif, dan asuransi layaknya anggota Tentara Diraja Malaysia.
Pertahanan di Perbatasan
Pemerintah merespons masalah itu dengan berjanji segera mengkaji penambahan kekuatan pertahanan di sepanjang perbatasan RI-Malaysia. Fakta adanya sejumlah warga sipil Indonesia yang bergabung dengan Askar Wataniyah dinilai wajar oleh pemerintah, sebagai bagian dari kompensasi ekonomi. Kalau asumsi ini sebagai toleransi, kita berharap tidak berlebihan. Tantangan dan pekerjaan utama kita jelas, terus memperkuat ketahanan nasional kita.
Indonesia harus segera mengubah paradigma melihat perbatasan. Berbeda dengan Malaysia yang memperlakukan perbatasan sebagai daerah strategis, Indonesia sampai hari ini memperlakukan perbatasan sebagai daerah terpencil. Itulah yang menyebabkan penduduk di perbatasan, terutama di Kalimantan, lebih merasa hidup dan kehidupannya adalah karunia dari Malaysia alih-alih dari Indonesia.
Aspek pertahanan dan keamanan daerah perbatasan ditunjukkan oleh karakteristik luasnya wilayah pembinaan dan pola penyebaran penduduk yang tidak merata sehingga menyebabkan rentang kendali pemerintahan sulit dilaksanakan, serta pengawasan dan pembinaan teritorial sulit dilaksanakan dengan mantap dan efisien.
Aspek politis daerah perbatasan ditunjukkan oleh karakteristik kehidupan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan yang relatif lebih berorientasi pada kegiatan sosial ekonomi di negara tetangga. Kondisi inilah yang semestinya mendorong bergulirnya berbagai program pengentasan kemiskinan bagi daerah perbatasan. Ini dilakukan mengingat masyarakat perbatasan amat rentan terancam disintegrasi.
Kecemburuan masyarakat melihat kondisi negara lain yang persis berdiri di depan mata berpotensi mendorong isu-isu disintegrasi di kalangan masyarakat sendiri. Untuk itu, pemerintah berkomitmen tegas mengurangi angka kemiskinan di perbatasan, sebagai bagian integral dari upaya menjaga keutuhan wilayah NKRI serta menjaga semangat dan roh nasionalisme di masyarakat itu sendiri.
Karena itu, pilihannya tidak bisa lain kecuali membangun daerah perbatasan dengan sungguh-sungguh. Pertama, membangun kawasan dalam kerangka pertumbuhan kerja sama regional, kawasan perbatasan yang berdimensi pertahanan dan keamanan, dan kawasan andalan regional yang dikembangkan sesuai rencana tata ruang dan diserasikan dengan kondisi, potensi, dan aspirasi daerah sekitarnya.
Hal itu penting mengingat daerah perbatasan sebenarnya memiliki ciri-ciri dan karakteristik yang hampir sama, baik dari topografi politik maupun topografi ekonomi. Pengembangan kawasan pertumbuhan regional diharapkan mampu mengurai serpihan-serpihan sejarah masa lalu dari masyarakat perbatasan.
Kedua, perlu dibangun berbagai kesepakatan kerja sama antarnegara yang secara geografis berbatasan, baik dalam bidang pertahanan dan keamanan, ekonomi, serta pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan daerah perbatasan
Cari Blog Ini
Jumat, 07 Maret 2008
WNI Direkrut Jadi Askar Wataniyah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar